Taufiq Ismail lahir di Bukittinggi, 25
Juni
1935. Masa kanak-kanak sebelum sekolah dilalui di Pekalongan. Ia pertama masuk sekolah rakyat di
Solo. Selanjutnya, ia berpindah ke
Semarang, Salatiga, dan menamatkan sekolah rakyat di Yogya. Ia masuk SMP
di Bukittinggi,
SMA di
Bogor, dan kembali ke Pekalongan. Pada tahun
1956–1957 ia memenangkan beasiswa
American Field Service Interntional School guna mengikuti Whitefish Bay High School di
Milwaukee, Wisconsin, AS, angkatan pertama dari Indonesia
Taufiq menjadi kolumnis Harian KAMI pada tahun 1966-1970. Kemudian, Taufiq bersama Mochtar Lubis,
P.K. Oyong, Zaini, dan Arief Budiman mendirikan Yayasan
Indonesia, yang kemudian juga melahirkan majalah sastra Horison
(1966). Sampai sekarang ini ia memimpin majalah itu.
Pada tahun 1993 Taufiq diundang menjadi pengarang tamu di Dewan Bahasa dan Pustaka, Kuala Lumpur, Malaysia. Sebagai penyair, Taufiq telah membacakan puisinya di berbagai tempat, baik di luar negeri maupun di dalam negeri.
Dalam setiap peristiwa
yang bersejarah di
Indonesia Taufiq selalu tampil dengan membacakan puisinya, seperti jatuhnya Rezim Soeharto, peristiwa Trisakti, dan peristiwa Pengeboman
Bali.
ANALISIS SALAH SATU KARYA TAUFIK ISMAIL :
Kita adalah Pemilik Sah Republik Ini
Tidak ada pilihan lain
Kita harus
Berjalan terus
Karena berhenti atau mundur
Berarti hancur
Apakah akan kita jual keyakinan kita
Dalam pengabdian tanpa harga
Akan maukah kita duduk satu meja
Dengan para pembunuh tahun yang lalu
Dalam setiap kalimat yang berakhiran
“Duli Tuanku ?”
Kita harus
Berjalan terus
Karena berhenti atau mundur
Berarti hancur
Apakah akan kita jual keyakinan kita
Dalam pengabdian tanpa harga
Akan maukah kita duduk satu meja
Dengan para pembunuh tahun yang lalu
Dalam setiap kalimat yang berakhiran
“Duli Tuanku ?”
Tidak ada lagi pilihan lain
Kita harus
Berjalan terus
Kita adalah manusia bermata sayu, yang di tepi jalan
Mengacungkan tangan untuk oplet dan bus yang penuh
Kita adalah berpuluh juta yang bertahun hidup sengsara
Dipukul banjir, gunung api, kutuk dan hama
Dan bertanya-tanya inikah yang namanya merdeka
Kita yang tidak punya kepentingan dengan seribu slogan
Dan seribu pengeras suara yang hampa suara
Tidak ada lagi pilihan lain
Kita harus
Berjalan terus.
Kita harus
Berjalan terus
Kita adalah manusia bermata sayu, yang di tepi jalan
Mengacungkan tangan untuk oplet dan bus yang penuh
Kita adalah berpuluh juta yang bertahun hidup sengsara
Dipukul banjir, gunung api, kutuk dan hama
Dan bertanya-tanya inikah yang namanya merdeka
Kita yang tidak punya kepentingan dengan seribu slogan
Dan seribu pengeras suara yang hampa suara
Tidak ada lagi pilihan lain
Kita harus
Berjalan terus.
1966
Penciptaan puisi menggunakan prinsip pemadatan
yang mengungkapkan bentuk dan makna. Puisi terdiri dari atas dua unsur pokok yakni struktur fisik dan batin. Kedua
unsure itu terdiri atas
unsure-unsur
yang saling mengikat sehingga membentuk totalitas makna
yang utuh. Dalam penafsiran sebuah puisi, tak lepas dari kedua
unsure tersebut. Untuk itu pada kajian ini dilakukan analisis terhadap struktur fisik dan struktur batin puisi berjudul “
Kita Adalah Pemilik Sah Republik Ini “ karya Taufik
Ismail dari buku kumpulan Tirani dan Benteng. Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa puisi ini bernuansa perjuangan bangsa
Indonesia atau kata lainnya patriotisme. Tema ini diangkat karena puisi ini sangat memberikan gambaran tentang ikhtiar bangsa kita
yang ingin maju, bangkit dan memperjuangkan harga diri dan citranya. Tema ini disuguhkan oleh pengarang
yang notabene adalah orang
Indonesia, karena melihat realitas bangsa kita
yang carut marut. Kondisi bangsa kita
yang buruk indikasinya dapat dilihat melalui degradasi
moral. Banyak punggawa bangsa kita
yang kurang jujur, selalu terlibat korupsi. Beberapa para penegak
hokum pun yang dianggap sebagai pahlawan rakyat ternyata tidak jauh berbeda dengan para mafia. Segala macam pesan berbau politik dan berbagai hubungan-hubungan kerja sama
yang dapat merugikan bangsa kita di akhir kemudian selalu di tempuh. Perputaran roda ekonomi melalui
mega proyek sangat didominasi oleh para
investor asing. Mereka bebas mengeruk harta kekayaan sumber daya alam
yang tersedia. Melalui kepiawaian dalam memilih bahasa, diketahui makna puisi ini mampu membangkitkan semangat rakyat
Indonesia yang telah merdeka untuk mempertahankan kemerdekaan tersebut. Taufik
Ismail berhasil menyuguhkan tema perjuangan,
nada yang bersifat menyulut atau mendorong, serta dan membangkitkan semangat rakyat
Indonesia untuk terus maju dan tidak mau lagi dibohongi oleh kaum penjajah baik
yang berasal dari dalam maupun luar negeri. Puisi ini sangat menarik untuk dianalisis.
Alasan dipilihnya puisi tersebut, karena puisi ini masih dianggap mampu mempresentasikan situasi bangsa
Indonesia saat ini. Dengan pernyataan
lain, pemerolehan makna melalui kajian struktur fisik dan batin puisi tersebut diharapkan bisa memberi semangat dan pencerahan kepada masyarakat
yang masih cinta dan peduli terhadap negerinya. Pilihan kata
yang dituangkan oleh penyair puisi ini sangat mendukung isi dan tema perjuangan harga diri bangsa.
Kata / Kita / yang dominan muncul dalam puisi memberikan makna orang banyak. Makna secara mendalam, kata / Kita / bermakna seluruh rakyat Indonesia yang oleh pengarang secara tidak langsung diajak untuk bangkit dan berjuang melawan segala bentuk penjajahan dan intervensi oleh para penjajah baik secara
internal dan
external. Lalu / Para pembunuh / dapat dimaknai sebagai para penjajah. Para penjajah dalam puisi ini dimaksudkan sebagai orang-orang
yang suka turut campur dalam kepemerintahan bangsa kita.
Model dan bentuk penjajahan mereka revisi dalam bentuk gaya baru. Bisa jadi penjajahan gaya baru tersebut terimplementasi dalam bentuk kepemilikan saham-saham, penguasaan dan pengerukan kekayaan alam kita secara tidak terbatas, pemberian bantuan dan
modal yang kemudian menjadi beban dan hutang sepanjang hayat, korupsi
yang dilakukan oleh orang-orang pribumi sendiri, bahkan penjajahan
yang merembes dalam masalah akidah dan
moral.
Selanjutnya, kata / Duli tuanku / memberikan makna bahwa bangsa kita adalah bangsa
yang selalu berprinsip yes
bos, atau
yang penting bapak senang. Artinya kondisi bangsa atau rakyat kita selalu siap bekerja menjalankan tugas untuk kepentingan dan kesenangan
sang bos, dan menguntungkan si pelaksana tugas, tak peduli orang
lain berada dalam penderitaan. Penyakit seperti ini oleh pengarang disodorkan kepada kita untuk dijadikan sebagai bahan permenungan,
yang kemudian tercermin melalui beberapa pilihan katanya dalam baris puisi / apakah akan kita jual keyakinan kita / dan / dalam pengabdian tanpa harga ?
/. Sedangkan kata-kata; / banjir / gunung api /, / kutuk dan hama / merupakan pilihan kata
yang menggambarkan kesusahan dan penderitaan rakyat
Indonesia, yang mau tidak mau, suka maupun tidak suka kita harus keluar dari kondisi seperti itu. Oleh karenanya, penyair, penyair memilih kata-katanya sebagai berikut ; /
tidak ada lagi pilihan. Kita harus / berjalan terus / karena berhenti atau mundur / berarti hancur /. Taufik Ismail sangat ahli sekali dalam memilih kata-kata. Beliau sangat hati-hati sekali dalam mengolah dan mengemas kata-kata tersebut sehingga tidak heran kalau pilihan kata-kata yang Beliau ambilpun didalamnya mengandung suatu imaji atau citraan
yang tersirat didalamnya. Kalimat / kita adalah manusia bermata ayu, di pinggir jalan / mengandung imaji penglihatan, karena orang
yang bermata sayu dan berdiri di pinggir jalan tentunya dapat kita lihat atau dapat diamati. Citraan ini mengandung makna bahwa orang
yang bermata sayu seakan-akan kelihatan seperti sehabis bangun tidur, kelihatan ngantuk dan malas, matanya kurang bercahaya. Apalagi berdiri di pinggir jalan. Citraan ini menggambarkan kondisi masyarakat
yang yang hanya mampu berusaha melihat dan menerawang masa depan
yang nampak suram dan
samara.
Kalimat / mengacungkan tangan untuk oplet dan bus yang penuh / menimbulkan imaji penglihatan, karena kondisi orang
yang mengacungkan tangan atau melambaikan tangan untuk menghentikan sebuah bus
atau oplet tentunya dapat dilihat dan bukan didengar. Pada dasarnya orang
yang mengacungkan tangan untuk sebuah bus
atau oplet
yang sudah penuh tentunya bus
atau oplet tersebut tidak akan mau berhenti untuk mengangkut penumpang dan pasti bus
atau oplet itu berlalu dan meninggalkan penumpang tersebut. Citraan ini memperkuat kondisi bangsa kita atau rakyat kita
yang tidak mempunyai kesempatan untuk melaju bahkan hanya tertinggal dan terbelakang dalam segala hal. Ketertinggalan dan keterbelakangan itu terutama di bidang pendidkan dan bidang teknologi bahkan ekonomi. Sedangkan kata-kata seperti / meja / sangat memperkongkret makna sebuah kerja sama atau pelaksanaaan-pelaksanaan perundingan untuk menempuh suatu tujuan. Kata / berjalan / merupakan sesuatu kegiatan yang dilakukan dengan cara bergerak meninggalkan satu tempat ke tempat
yang lain. Kata ini memperkongkret makna bahwa kita harus melakukan perubahan atau hijrah dari situasi terpuruk untuk bangkit menuju ke arah kemajuan dan kemandirian bangsa.
Secara sadar dan sengaja penulis menyulap kata-kata
yang biasa menjadi kata-kata
yang indah dan sarat dengan variasi makna. Karena Taufik
Ismail tidak mengungkapkan makna itu secara gamblang. Dengan keahliannya dalam mengolah gaya bahasa beliau sengaja menyembunyikan makna di dalam suatu kata atau kalimat supaya pembacanya mengartikan sendiri apa maksud dari kata-kata tersebut. Nampaknya itulah
yang dikehendaki oleh penyair, sehingga kita harus membacanya dengan penuh kosentrasi dan tingkat penalaran
yang tinggi
agar tahu apa maksud kata tersebut. . Baris puisi berikut misalnya / dipulul banjir, gunung api kutuk dan hama / gaya bahasa personifikasi ini digunakan oleh pengarang dengan maksud lebih menerangkan kondisi bangsa kita, seolah-olah bencana alam bertindak sebagai manusia raksasa
yang kapan saja bisa
dating memukul dan menghancurkan kehidupan rakyat
Indonesia. Selain itu terdapat
pula gaya bahasa hiperbola
yang nampak pada kalimat / apakah akan kita jual keyakinan kita /. Menjual keyakinan merupakan sesuatu tindakan yang berlebihan dan tidak masuk akal, karena sesungguhnya keyakinan itu berwujud materi
yang dapat diperjualbelikan. Akan tetapi kalimat dalam puisi ini hanya lebih memperjelas makna untuk membangkitkan semangat juang seluruh rakyat
Indonesia guna mempertahankan semua harta dan kekayaan alam. Selain itu, gaya bahasa tersebut lebih menekankan
agar seluruh rakyat harus memegang teguh prinsip dan
ideology bangsa
Indonesia yang hamper pupus ditelan arus globalisasi dan tergilas oleh perkembangan dunia ilmu pengetahuan dan teknologi bangsa-bangsa
lain yang dianggap sebagai penjajah itu.
Kemudian, kita lihat bunyi akhir pada kata-kata di beberapa baris pertama dan penutup. / Tidak ada lagi pilihan lain, kita harus / Berjalan terus karena berhenti atau mundur / Berarti hancur. Pada baris pertama dan kedua ada persamaan bunyi kata pada akhir kalimat yaitu bunyi us, dan pada baris ketiga dan keempat ada persamaan bunyi kata yaitu ur. Bunyi-bunyi
yang ditimbulkan oleh konsonan tersebut mampu menciptakan musikalitas
yang indah saat dibaca. Pada kalimat berikut ini “ Duli Tuanku “ ?
tanda petik menandakan bahwa bacaan tersebut dibaca agak keras dan tinggi. Contoh pengulangan bunyi terdapat pada kalimat Tidak ada pilihan lain, kita harus / Berjalan terus. Frase tersebut terdapat pengulangan bunyi pada baris berikutnya yaitu pada baris
ke-7, ke-8, ke-16, dan ke-17. Frase tersebut sengaja diulang oleh Taufik Ismail guna mengikat beberapa baris berikutnya seakan-akan membentuk suatu gelombang
yang teratur.
Puisi ini mampu membangkitkan
rasa nasionalisme bangsa
yang tinggi. / kita adalah pemilik sah republic ini / kalimat ini memberikan makna sebuah pengakuan
rasa juang
yang tinggi dan cinta
yang sangat tulus terhadap bangsa indonesia. Perasaan ini muncul akibat puisi ini pun
menyodorkan makna
yang mampu mendongkrak semangat pembaca. Kekuatan kata-kata
yang terdapat pada baris, kalimat, dan setiap
bait mampu membangkitkan luapan emosi kepedulian atau keprihatinan pembaca dalam hal ini rakyat
Indonesia secara utuh untuk segera melakukan perjuangan.
Rasa ingin bangkit dan berjuang ini dapat dicerna melalui baris puisi / tiada ada lagi pilihan / kita harus berjalan terus /. Frase / berjalan terus / dapat dimaknai sebagai sebuah perjuangan. Makna perjuangan di sini merupakan upaya sadar untuk melakukan suatu perubahan untuk mandiri dan merdeka secara hakiki.
Ketika kita membaca puisi tersebut, suasana hati pembaca akan ikut sedih dan geram terhadap kondisi bangsa
Indonesia yang dilukiskan oleh taufik ismail. Hal itu terjadi karena nada penyair melalui puisi bersifat mendorong atau membangkitkan hait nurani rakyat
Indonesia. Pengarang bermaksud menyulut pembaca melalui setiap kata
yang terurai pada setiap baris dan
bait puisi. Misalnya, / akan maukah kita duduk meja dengan para pembunuh tahun yang lalu /, sebuah kalimat pertanyaan yang yang cukup indah dan menggelorakan dan menggetarkan jiwa untuk menolak dan benci terhadap berbagai bentuk penjajahan. Lalu / dalam setiap kalimat
yang, berakiran ‘ duli tuanku ‘ ?
kalimat ini pun
mampu membangkitkan semangat untuk tidak mau lagi diperbudak, dikendalikan atau dijadikan alat oleh penjajah untuk mencapai kepentingan dan kesenangan mereka.
Kita ingin bebas dan merdeka secara utuh. Apalagi bangsa kita sudah sangat sudah dan menderita akibat berbagai bencana alam
yang terjadi.
Hal ini dapat dimaknai
pula melalui penggalan sajak berikut ini; / kita adalah berpuluh juta
yang bertahun hidup sengsara / dipukul banjir, gunung api, kutuk, dan hama / dan bertanya-tanya diam inikah yang namanya merdeka /.
Sebagai puisi perjuangan atau patriotisme, maka puisi ini memilik pesan
yang mendalam. Pesan atau amanat tersebut sangat erat kaitannya terhadap rakyat
Indonesia yang merasa memiliki republic ini secara sah. Oleh sebab itu, amanat puisi ini adalah sebaiknya kita mampu mempertahankan kemerdekaan ini dan terus berjuang melakukan perubahan kea
rah perbaikan nasib dan citra bangsa untuk menjadi mandiri, cerdas, bermoral, sejahtera dan amanah.
Berdasarkan hasil analisis dapat disimpulkan bahwa puisi ‘ kita adalah pemilik sah
republic ini ‘ karya taufik ismail ini merupakan puisi
yang merefleksikan sejarah
Indonesia. Hal ini dapat diketahui dari bahasa yang digunakan dalam puisinya. Dengan bahasa yang begitu menggugah dan menggelora, dapat dinyatakan bahwa makna puisi tersebut sangat mendorong dan bersifat mendobrak keterkungkungan rakyat
Indonesia dari bentuk penjajahan baik
yang dating dari luar negeri maupun dari dalam negeri.
< Semoga Bermanfaat >
Tidak ada komentar:
Posting Komentar